Rasanya sulit ya memaafkan hal yang sudah membuat kita sakit, karena tidak saja kita butuh waktu tapi juga kekuatan untuk bisa berdamai dengan keadaan.
Tapi kalau kita mau, bukan saja pikiran kita akan jauh lebih tenang tapi juga kita memberi ruang pada jiwa kita untuk bahagia.
Menyimpan amarah hingga mengendap jadi dendam sama halnya dengan kita membiarkan otak kita terus bekerja keras untuk mengingat-ingat kesalahan-kesalahan dan mengingat-ingat rasa sakit yang sudah ditimbulkan. Apa untungnya? puas? mungkin, tapi apa ada batasnya rasa puas itu? dan mau sampai kapan kita menikmati pedih dan sakitnya rasa itu.
Bebaskan saja semua rasa sakit itu, maafkan siapapun yang sudah melukai kita...dengan begitu kita bukan saja telah membahagiakan dia, tapi kita juga telah mengajarkan pada mereka bahwa apa yang telah mereka lakukan tidak akan mampu merubah kita menjadi seperti mereka.
Hanya jiwa yang besar yang akan mampu memafkan...
Studio Coklat
Selasa, 10 Januari 2012
Realistis dan bahagia
Dalam hidup seringkali kita memiliki banyak impian, semua mengarah pada kesempurnaan secara lahiriah.
Ingin cantik, tampan, kaya, semua hal indah yang rasanya hanya bisa kita nikmati saat sedang bengong sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok.
Banyak pertanyaan yang muncul kemudian, "kapan ya aku seperti Dian Sastro yang cantik?" atau "kapan ya aku sekeren Brad Pitt?" bisa juga "kapan ya aku punya uang sebanyak Bill Gates atau paling apes sebanyak nilai yang dimiliki Malinda Dee?" pertanyaan-pertanyaan yang lumrah sih, tapi kalo terus dipelihara tanpa bertindak sesuatu untuk mewujudkan pertanyaan-pertanyaan itu, semua hanya akan menumpuk di otak sebagai sampah!
Ok, kenapa ga kita balik pertanyaannya? kapan ya kira-kira mereka seperti kita? punya uang pas-pasan, bisa ga ya mereka menikmati secangkir kopi panas dan sebatang rokok yang tersisa, seperti kita yang begitu menikmati tiap tegukan dan hisapannya? Atau, bisakah mereka bertahan saat terjebak dalam hujan di atas ojek motor yang membawa kita pulang dari bekerja.
Mungkin mereka juga tak pernah merasakan sensasi menunggu detik-detik gajian. Sementara kita? oh itu adalah saat-saat paling indah. Menghitung berapa jam waktu lembur kita, berapa potongan kasbon kita, dan menikmati momen makan siang di restoran yang cuma bisa jadi ritual awal bulan...hahaha
Ga salah punya keinginan lebih, manusia itu memang harus punya resolusi untuk maju. Tapi semua sudah ada yang mengatur, Sang Maha Pemberi Allah SWT, kalau sudah waktunya siapapun bisa jadi apapun.
Realistis dengan kondisi yang ada jauh lebih menyehatkan otak, menentramkan hati dan membahagiakan jiwa. Kita ga akan takut BB kita di curi ( karena ga punya BB ), kita ga takut mobil kita hilang, atau rumah kerampokan, ga takut dikejar-kejar petugas pajak ( lha wong motor aja masih kredit, rumah masih kontrak)
Kita juga masih bisa berucap alhamdullilah saat yang bisa kita makan hari ini cuma mie rebus tanpa telur.
Kita jauh lebih bahagia dari mereka!
Kekayaan duniawi mutlak milikNya, mereka - the have people- mempunyai pertanggung jawaban yang besar atas titipanNya....dan kita di anugerahi kesederhanaan untuk kita syukuri dan menjadikan kita bahagia..
Kebahagiaan kita adalah kekayaan yang tidak dimiliki mereka..:)
Bogor 21:51
09/01/2012
Ingin cantik, tampan, kaya, semua hal indah yang rasanya hanya bisa kita nikmati saat sedang bengong sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok.
Banyak pertanyaan yang muncul kemudian, "kapan ya aku seperti Dian Sastro yang cantik?" atau "kapan ya aku sekeren Brad Pitt?" bisa juga "kapan ya aku punya uang sebanyak Bill Gates atau paling apes sebanyak nilai yang dimiliki Malinda Dee?" pertanyaan-pertanyaan yang lumrah sih, tapi kalo terus dipelihara tanpa bertindak sesuatu untuk mewujudkan pertanyaan-pertanyaan itu, semua hanya akan menumpuk di otak sebagai sampah!
Ok, kenapa ga kita balik pertanyaannya? kapan ya kira-kira mereka seperti kita? punya uang pas-pasan, bisa ga ya mereka menikmati secangkir kopi panas dan sebatang rokok yang tersisa, seperti kita yang begitu menikmati tiap tegukan dan hisapannya? Atau, bisakah mereka bertahan saat terjebak dalam hujan di atas ojek motor yang membawa kita pulang dari bekerja.
Mungkin mereka juga tak pernah merasakan sensasi menunggu detik-detik gajian. Sementara kita? oh itu adalah saat-saat paling indah. Menghitung berapa jam waktu lembur kita, berapa potongan kasbon kita, dan menikmati momen makan siang di restoran yang cuma bisa jadi ritual awal bulan...hahaha
Ga salah punya keinginan lebih, manusia itu memang harus punya resolusi untuk maju. Tapi semua sudah ada yang mengatur, Sang Maha Pemberi Allah SWT, kalau sudah waktunya siapapun bisa jadi apapun.
Realistis dengan kondisi yang ada jauh lebih menyehatkan otak, menentramkan hati dan membahagiakan jiwa. Kita ga akan takut BB kita di curi ( karena ga punya BB ), kita ga takut mobil kita hilang, atau rumah kerampokan, ga takut dikejar-kejar petugas pajak ( lha wong motor aja masih kredit, rumah masih kontrak)
Kita juga masih bisa berucap alhamdullilah saat yang bisa kita makan hari ini cuma mie rebus tanpa telur.
Kita jauh lebih bahagia dari mereka!
Kekayaan duniawi mutlak milikNya, mereka - the have people- mempunyai pertanggung jawaban yang besar atas titipanNya....dan kita di anugerahi kesederhanaan untuk kita syukuri dan menjadikan kita bahagia..
Kebahagiaan kita adalah kekayaan yang tidak dimiliki mereka..:)
Bogor 21:51
09/01/2012
Langganan:
Postingan (Atom)